RajaKomen

Strategi Cawe-cawe Jokowi: Mencari Penerusnya yang Ideal untuk Amankan Kekuasaan

26 Sep 2023  |  166x | Ditulis oleh : Admin
Strategi Cawe-cawe Jokowi: Mencari Penerusnya yang Ideal untuk Amankan Kekuasaan

Seiring berjalannya waktu, masa jabatan seseorang di pemerintahan pasti akan berakhir. Ini adalah kenyataan yang berlaku tidak hanya bagi pejabat negara biasa, tetapi juga bagi seorang presiden. Namun, seringkali kita menyaksikan bagaimana beberapa pejabat negara, termasuk presiden saat ini, terlibat dalam upaya mencari pengganti atau mempromosikan calon pemimpin baru. Mereka tampak sibuk menjalankan apa yang sering disebut sebagai "cawe-cawe" ini, yang bisa memiliki berbagai maksud tersembunyi.

Membungkam Jejak Kejahatan

Beberapa pejabat negara mungkin mencari pemimpin berikutnya sebagai cara untuk menghindari pengungkapan tindakan korupsi atau kejahatan yang mereka lakukan selama masa jabatan mereka. Dengan memastikan bahwa pemimpin baru adalah orang yang mereka kuasai, mereka berharap dapat menghindari penyelidikan lebih lanjut.

Manipulasi Pemilihan Pemimpin Selanjutnya

Ada juga kasus di mana pejabat yang masih berkuasa berusaha memanipulasi pemilihan pemimpin selanjutnya agar mendukung calon yang akan menjadi alat mereka. Dengan cara ini, mereka dapat terus memengaruhi kebijakan dan keputusan politik tanpa harus secara resmi memegang kekuasaan.

Melestarikan Kekuasaan

Ketakutan kehilangan kekuasaan setelah masa jabatan adalah salah satu alasan lain mengapa beberapa pejabat negara mencari pemimpin selanjutnya yang dapat mereka kendalikan. Mereka berharap dapat mempertahankan pengaruh mereka di pemerintahan.

Perlindungan Bisnis dan Konfederasi

Pejabat yang memiliki bisnis atau hubungan dengan kelompok ekonomi tertentu mungkin ingin memastikan bahwa pemimpin selanjutnya tidak akan merusak bisnis mereka atau mengungkap praktik korupsi. Oleh karena itu, mereka bekerja keras untuk mempromosikan calon yang akan melindungi kepentingan mereka.

Keluarga dalam Dunia Politik

Terakhir, ada situasi di mana pejabat mencoba membawa anggota keluarganya ke dalam dunia politik dengan mendukung mereka sebagai pemimpin selanjutnya. Hal ini dapat memastikan bahwa kekuasaan dan pengaruh keluarga tersebut tetap terjaga. Sebagai contoh, saat ini, kita melihat anak dan menantu Presiden Jokowi yang menjabat sebagai Walikota. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah tindakan ini benar-benar dalam kepentingan negara atau hanya demi membangun dinasti politik.

Meskipun mencari pemimpin selanjutnya adalah praktik yang sah dalam sistem politik Indonesia, kita tidak boleh lengah terhadap praktik-praktik yang mungkin tersembunyi di baliknya. Transparansi, integritas, dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil dan pemimpin yang dipilih benar-benar melayani kepentingan rakyat, bukan golongan tertentu. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang potensi maksud tersembunyi di balik "cawe-cawe" ini, kita dapat lebih kritis dalam mengevaluasi tindakan pejabat negara dalam mencari pemimpin selanjutnya.

Tindakan Presiden Jokowi dalam menjalankan "cawe-cawe" saat ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang tujuannya, yang mungkin lebih terkait dengan kepentingan pribadi daripada kepentingan demokrasi dan rakyat Indonesia. Ada kekhawatiran bahwa Presiden Jokowi berusaha memastikan bahwa proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru akan tetap dikerjakan oleh Tenaga Kerja Asing (TKA) China, dengan menyewakan sebidang tanah seluas 34.000 hektar kepada warga negara China selama 190 tahun. Ini memicu pertanyaan serius tentang kedaulatan dan nasionalisme Indonesia, serta dampaknya bagi kelompok masyarakat pribumi, seperti suku Dayak. Selain itu, persyaratan untuk mempelajari bahasa Mandarin di sekolah-sekolah juga menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut. Semua ini menunjukkan perlunya masyarakat untuk lebih memantau tindakan pemimpin mereka agar tetap memenuhi kewajiban mereka kepada negara dan rakyat.

Baca Juga: